Meninggalkannya tidaklah berdosa, hanya saja ini merupakan sunnah yang dilakukan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, yang mana beliau pernah melaksanakannya dengan para sahabat selama tiga malam, kemudian meninggalkannya seraya bersabda,
إِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ.
“Sesungguhnya
aku khawatir ini (dianggap) wajib atas kalian.”( Dikeluarkan oleh
Al-Bukhari (no. 2012) dalam kitab Shalatut Tarawih. Muslim (no. 761)
dalam kitab Shalatul Musafirin.)Disebut tarawih, karena pada zaman permulaan Islam dulu, kaum muslimin memanjangkan qiyam, ruku’ dan sujud, sehingga setelah mereka melaksanakan empat raka’at mereka beristirahat sejenak kemudian melanjutkan lagi. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah Radhiallaahu anha, “bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melaksanakan shalat empat raka’at, jangan anda tanya bagaimana bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat raka’at, jangan anda tanya bagimana bagus dan panjangnya.” Karena itulah shalat itu disebut tarawih (santai).( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 2013) dalam kitab Shalatut At-Tarawih. Muslim (no. 738) dalam kitab Shalatul Musafirin.)
Dasar pendapat pertama:
Hadits ‘Aisyah beliau berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى
مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ
الثَّالِثَةِِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ
رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوْجِ
إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذَلِكَ
فِيْ رَمَضَانَ
“Sesungguhnya Rasulullah n pada suatu malam shalat di
masjid lalu para shahabat mengikuti shalat beliau, kemudian pada malam
berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang
mengikuti shalat Nabi ), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga
atau malam keempat. Maka Rasulullah tidak keluar pada mereka, lalu
ketika pagi harinya beliau bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang
telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada
kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’
dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah
pendapat pertama karena hujjah-hujjah yang telah tersebut di atas.
Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan
oleh pemegang pendapat kedua adalah:
• Bahwasanya Nabi memerintahkan para shahabat untuk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah
para shahabat sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara
berjamaah bersama Nabi ), karena kekhawatiran beliau akan diwajibkannya
shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak karena
kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat
(untuk shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab
ini (kekhawatiran beliau akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan
wafatnya Nabi (Al-‘Aun, 4/248 dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan
wafatnya beliau maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar