Tauhid adalah Pelajaran Pertama dan Utama bagi Manusia Muslim, agar ibadah
yang diamalkan benar-benar sesuai yang ditetapkan Allah SWT, untuk mendapatkan surga
sesuai janji Allah. Jangan sampai ibadah yang dilakukan keliru dan
sia-sia tidak memperoleh apa-apa bahkan Nerakalah balasannya
Sangat Penting dan wajib mempelajari tauhid
Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka,
apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang
dapat menjawabnya.
Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis
atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat,
bahkan keadaan mereka sehari-hari.
Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal
Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu
nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya.
Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus
dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah.
Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang
benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan
paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan
memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).
Tauhid Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala
kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul,
39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan
sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang
shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.
Pembagian Tauhid
Tauhid Rububiyyah
Yang dimaksud dengan Tauhid
Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa
dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah
Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah
keadaan mereka. (Al Jadid
Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini
kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini
bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan
rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan
bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al-Quran 6/1,
43/87, 29/1
Tauhid Uluhiyyah
adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir
maupun batin (Al Jadid
Syarh Kitab Tauhid, 17). Yang dinyatakan dalam Al-Quran 1/5,
Sedangkan makna ibadah adalah
semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa
maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan
oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila
melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih qurban. Termasuk
ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah
dan isti’anah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah
hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak
kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada
Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan
inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul
seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman dalm Al-Quran 16/36
Syaikh DR. Shalih Al Fauzan
berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid
uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya
kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di
jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar
penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika
ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad
dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius
terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah
untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang
kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak
perhatian terhadap tauhid uluhiyyah?
Tauhid Al Asma’ was Sifat
Adalah mentauhidkan Allah Ta’ala
dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Cara bertauhid asma wa
sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai
yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah
nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif,
tanpa ta’thil dan
tanpa takyif (Lihat
Syarh Tsalatsatil Ushul).
Allah Ta’ala berfirman, Al-Quran 7/180
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah
dari makna zhahir-nya
menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya
‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana
sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka
berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak
serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan
hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan
Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybi
Adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal
Allah berfirman dalmA-Quran 42/11
Tafwidh
Yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya.
Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas
‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa
kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala
telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya
mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas
dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh
maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al
Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.
IBADAH
Prinsip
dasar atau pilar Ibadah
1.
Cinta
Beribadah
kepada Allah tanpa kecintaan seperti badan tanpa ruh
2. Harap
Beribadah
kepada Allah tanpa harapan akan melahirkan keputusasaan terhadap rahmat Allah.
3.
Takut
Dan
beribadah kepada Allah tanpa rasa takut akan menyebabkan merasa aman dari makar
Allah. Padahal, putus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar Allah
termasuk dalam jajaran dosa-dosa besar.
Ibadah Harus Dengan Dasar Ilmu
Ibadah kepada Allah pun akan
diterima kecuali apabila dilandasi dengan
1.
Keimanan,
2.
Keikhlasan dan
3.
Mengikuti tuntunan.
Oleh sebab itu di dalam surat
al-Fatihah kita memohon kepada Allah hidayah; yang
di dalamnya tercakup hidayah ilmu dan hidayah berupa amalan. Agar kita bisa
mendapatkan ilmu yang benar, dan agar kita bisa mengamalkan ilmu yang telah
kita peroleh. Inilah jalan ‘orang-orang yang diberikan kenikmatan’.
Adapun jalan ‘orang yang dimurkai’
adalah jalan orang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya, sebagaimana
orang-orang Yahudi yang dimurkai
Allah.
Adapun jalan ‘orang-orang sesat’
adalah jalan orang yang beramal tanpa bekal ilmu, sebagaimana orang-orang Nashara.
Kaum yang dimurkai menyimpang karena niat
yang rusak, sedangkan kaum yang sesat
menyimpang karena pemahaman yang rusak.
Oleh sebab itu para ulama
menyatakan bahwa ‘kelurusan niat dan
benarnya pemahaman’ adalah salah satu nikmat terbesar yang dikaruniakan
Allah kepada seorang hamba. Itulah yang setiap hari kita minta dalam doa kita
‘Ihdinash shirathal mustaqim’; Tunjukilah kami jalan yang lurus.
Tidak mungkin ibadah kita ikhlas
jika kita tidak mengerti apa itu ikhlas dan apa saja yang merusaknya,
sebagaimana tidak mungkin kita beribadah mengikuti tuntunan [as-Sunnah] jika
kita tidak mengerti seperti apa tuntunan itu dan apa saja yang tidak
dituntunkan. Sementara ilmu tentang itu semuanya hanya akan bisa kita gali dari
al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan itu semua akan terwujud dengan taufik dan
pertolongan Allah semata, bukan karena kepintaran, kecerdasan, pengalaman, atau
kepandaian kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar