Buang Pantang, Upacara Kematian Dayak Orung Da’an
Suku
Dayak Orung Da’an punya upacara kematian yang disebut Buang Pantang.
Bagi Dayak Orung Da’an yang mendiami daerah hulu Sungai Mandai di
Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ini, kematian bukan akhir
perjalanan. Kematian di dunia hanyalah awal menuju alam lain dimana
arwah masih tetap hidup seperti layaknya hidup di dunia.Karena itu,
mereka menghormati kematian dengan melakukan upacara Buang Pantang.
Buang Pantang sendiri dapat diartikan sebagai suatu acara untuk mengakhiri pantangan. Ketika ada anggota masyarakat Dayak Orung Da’an yang meninggal maka otomatis masa pantang mulai berlaku bagi keluarga yang meninggal serta penduduk desa.
Pantangan ini antara lain tidak boleh memakai perhiasan seperti emas dan jam, tidak boleh memainkan musik, tidak boleh memakai pakaian adat, dan tidak boleh bepergian jauh ke luar desa. Upacara Buang Pantang biasanya dilakukan 3-30 hari dari masa meninggalnya anggota suku Dayak Orung Da’an.
Setelah almarhum meninggal sampai upacara Buang Pantang diadakan, anggota keluarga si almarhum akan menjamu penduduk desa setiap malam. Penduduk desa juga ikut menyumbang untuk untuk acara jamuan tersebut. Setiap malam akan diadakan acara permainan tradisional dan dibunyikan alat musik gong yang nadanya khusus untuk peristiwa kematian.
Masyarakat bergotong-royong membuat peti mati bagi yang meninggal. Peti mati yang dihias atau berukir biasanya dibuat untuk anggota masyarakat dengan kedudukan sosial tinggi di desa, misalnya pemuka adat. Peti mati terbuat dari kayu belian atau kayu ulin yang diambil dari hutan disekitar desa. |
Tiap malam sebelum upacara Buang Pantang diadakan masyarakat desa akan berkumpul di rumah keluarga yang meninggal. Mereka akan berdoa bagi yang meninggal, kemudian memainkan permainan tradisional. |
Masyarakat desa yang meninggal diantar ke pekuburan desa menggunakan perahu.
|
Persiapan penguburan masyarakat Orung Da’an yang meninggal. Jika kubur menggunakan atap itu berarti anggota keluarga yang meninggal melakukan kurban sapi. Tak lupa dipasang bendera Indonesia untuk menunjukkan jati diri masyarakat Orung Da’an sebagai warganegara Indonesia. |
Hati babi yang dikurbankan akan dibaca sebagai petunjuk ramalan bagi masyarakat desa.
|
Kepala sapi yang dikurbankan akan dipasang di depan bangunan kubur yang meninggal.
|
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusManusia lahir --> hidup dan akhirnya mati..| Selama hidup ada proses: Manusia tidak tahu apa-apa kemudian mengetahui apa sesuai dengan kemampuan-nya.. selama proses perjalanan mengetahui apa yang diinginkannya dan kemampuanya ada perbuatan baik dan buruk menurut manusia itu sendiri namun berdasarkan manusia percaya pada sang pencipta maka baik buruk itu adalah sesuai dengan pedoman sang pencipta ... pedoman Sang Pencipta itu adalah Agama .. Namun didunia ini ada banyak agama, yang semuanya ada pedomannya yang dipercayai oleh yang mempercayainya masing-masing. bahkan tradisi atau tata hukum yang dibuat oleh sekelompok komunapun bisa menjadi suatu aturan tata hukum yang melekat pada segolongan manusia tertentu dan dilaksanakan turun menurun sampai sekarang.Namun itu semua baik dan buruk benar dan keliru adalah hanya satu yang benar-benar mutlaq dari suatu pedoman yang dibuat oleh sang pencipta.. Pedoman mana dari sang pencipta yang mulaq benar ?!.. manusia harus mencari dengan pemikiran dan hati nuraninya agar selamat dalam hidup setelah mati ...
BalasHapus