Sabtu, 20 Mei 2017
Selasa, 09 Mei 2017
BANK SYARIAH VS BANK KONVENSIONAL
Lima Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Banyak orang belum mengerti perbedaan bank syariah dan bank konvensional. Ini tidak mengherankan. Sebab banyak orang sulit memahami beberapa istilah baru yang digunakan oleh bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional.
Bank syariah di Indonesia semakin berkembang dari sisi aset maupun
pegawainya. Sampai Januari 2017, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
total aset bank umum syariah dan unit usaha syariah di Indonesia
mencapai Rp 344,2 triliun, naik dari tahun 2015 sebesar Rp 296,2
triliun.
Per Januari 2017, total kantor bank umum syariah dan unit usaha
syariah mencapai 1.966 kantor, turun dari tahun 2015 sebanyak 2.301.
Sedangkan total pegawai di Bank Syariah per Januari tercatat
sebanyak 55.597 orang.
Besarnya penduduk muslim di Indonesia membuat bank syariah memiliki
potensi untuk terus berkembang. Ditambah lagi, masih banyak penduduk
Indonesia belum menjadi nasabah bank sehingga bank syariah masih
memiliki ruang besar untuk semakin besar.
Lalu apa perbedaan bank syariah dengan bank konvensioal?
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional terletak pada “istilah”
yang digunakan dan “prinsip dasar layanan”. Di dua hal inilah sering
membuat orang kebingungan.
Untuk membantu Anda lebih mengerti perbedaan kedua jenis bank
tersebut, berikut adalah lima hal yang perlu Anda mengerti dan
perhatikan tentang bank syariah:
1. Akad
Semua transaksi atau akad yang dilakukan di bank syariah harus sesuai dengan prinsip Syariah Islam, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Akad atau transaksi di bank syariah yang banyak digunakan, antara lain, akad al-mudharabah (bagi hasil), al-musyarakah (perkongsian), al-musaqat (kerja sama tani), al-ba’i (bagi hasil), al-ijarah (sewa-menyewa), dan al-wakalah (keagenan).
Akad ini digunakan untuk semua produk perbankan syariah, mulai dari
kredit usaha, kredit multiguna, hingga kartu kredit, bagi bank tertentu
yang mengeluarkan kartu kredit syariah. Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Kartu Kredit Syariah.
Sedangkan di bank konvensional, surat penjanjian dibuat berdasarkan hukum positif yang sedang berlaku di Indonesia, yakni hukum perdata dan hukum pidana.
2. Keuntungan
Bank syariah mengunakan pendekatan bagi hasil (al-mudharabah) untuk mendapatkan keuntungan, sementara bank konvensional justru mengunakan konsep biaya untuk menghitung keuntungan. Dalam setiap pinjaman atau pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, bank syariah memberikan keterangan bagi hasil antara bank dan nasabah.
Konsep bagi hasil ini untuk menunjukkan konsep perbankan syariah lebih transparan dari bank konvensional. Bagi hasil ini dijelaskan sebelum akad dilakukan antara nasabah dengan bank.
Pada bank konvensional, “bunga” yang diberikan kepada nasabah sebenarnya berasal dari keuntungan bank meminjamkan dana kepada nasabah lain dengan “bunga” yang lebih besar.
3. Pengelolaan Dana
Bank syariah akan menolak untuk menyalurkan kredit
yang diinvestasikan pada kegiatan bisnis yang melanggar hukum Islam,
seperti perdagangan barang-barang haram, perjudian (maisir), dan
manipulatif (ghahar). Kegiatan bisnis yang halal dan sesuai prinsip
ekonomi syariah ini menjadi syarat penting pemberian pembiayaan usaha
dan kredit lainnya.
Bahkan dalam produk kartu kredit syariah, pemilik kartu kredit
syariah dilarang menggunakannya untuk kegiatan atau transaksi yang tidak
halal.
Sementara bank konvensional akan menyalurkan kredit tanpa harus mengetahui dari mana atau kemana uang tersebut disalurkan, selama debitur bisa membayar cicilan dengan rutin.
4. Hubungan Bank & Nasabah
Hubungan bank dengan nasabah juga menjadi faktor penting yang membedakan bank syariah dan bank konvensional. Di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana seorang mitra alias partner. Perlakuan ini terjadi karena bank dan nasabah diikat dalam “akad” yang sangat transparan. Tak heran banyak nasabah di bank syariah yang mengaku memiliki hubungan emosional yang lebih kuat dengan bank syariah yang memberinya fasilitas pembiayaan.
Hubungan emosional yang kuat ini terjadi karena bank syariah lebih mengutamakan pendekatan musyawarah lebih dahulu kepada nasabah daripada pendekataan hukum. Hubungan emosional yang kuat ini menjadi keunggulan yang tidak banyak dimiliki oleh bank konvensional.
Di bank konvensional, hubungan nasabah dan bank lebih pada hubungan kreditur dan debitur atau hubungan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Jika debitur lancar dalam pembayaran kredit, bank akan memberikan keterangan lancar. Sedangkan jika pinjamannya macet, bank akan menagih hingga menyita aset yang diagunkan. Namun akhir-akhir ini bank konvensional juga berusaha untuk memperkuat hubungan emosional dengan nasabah dengan berbagai cara.
5. Cicilan & Promosi
Bank syariah menerapkan sistem cicilan dengan jumlah tetap berdasarkan keuntungan bank yang sudah disetujui antara pihak bank dan nasabah saat akad kredit. Selain itu, konten promosi bank syariah juga harus disampaikan secara jelas, tidak ambigu, dan transparan.Misalnya, promo wisata bersama bagi para pemilik kartu kredit syariah dari bank tertentu, akan menjelaskan biaya tiket dan biaya non tiket yang harus dibayar oleh peserta. Dan banyak contoh lainnya.
Sedangkan bank konvensional punya banyak program promosi untuk menarik nasabah. Seperti promosi suku bunga tetap atau fixed rate selama periode tertentu, sebelum akhirnya memberikan suku bunga berfluktuasi atau floating rate kepada nasabah.
Secara umum, sebagai lembaga keuangan, cara kerja bank syariah dan bank konvensional sama saja dan tidak berbeda dengan bank konvensional. Misalnya, nasabah tetap harus melunasi pembiayaan hingga lunas, harus menandatangani kontrak, dan membayar biaya-biaya kepada bank.
Tinggal bagaimana kamu menilainya sesuai kebutuhanmu. Kalau kamu ingin mengetahui rekomendasi produk kartu kredit Syariah terbaru, coba cek di sini.
Baca juga: Apa sih Perbedaan Kartu Kredit Syariah dan Konvensional
Sumber: halomoney.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)