Tiga Golongan Manusia Pada Hari Kiamat 1.Golongan Orang yang Beriman Paling dahulu adalah orang-orang yang didekatkan dengan Allah 2.Golongan Kanan alangkah mulianya golongan ini 3.Golongan Kiri alangkah sengsaranya golongan ini! QS:Al-Waqi'ah

Selasa, 25 Juni 2013

Petuah dari Teman

ADA GEMBOK ADA KUNCI
Hello Honeysmile17, Apa Kabar? :-)
Maaf jika saya sudah lama tidak mengirimkan tulisan.  Saya sedang berada di Amerika. Banyak yang nagih lewat email dan facebook, kapan Ahira menulis lagi? Waduh... Saat ini waktu saya sangat padat dengan urusan bisnis., dan saya belum tahu kapan ke Indonesia lagi, mungkin masih lama saya berada di sini.
Lalu saya pikir, kenapa saya harus nulis sendiri jika kebetulan saya sedang tidak punya waktu? Saya khan bisa mencari tulisan indah di Internet dan bermanfaat dan sharing dengan Anda :-)
Nah, di bawah adalah tulisan yang ingin saya sharing. Tulisan ini bukan tulisan saya, dan maaf saya tidak tahu siapa pengarangnya, saya temukan di internet tadi pagi. Saya pikir bagus isinya, dan ingin share dengan Anda. :-)
Silakan dibaca:

Honeysmile17,
Perjalanan hidup memang tidak selamanya mulus dan selalu sesuai dengan keinginan kita. Ada saatnya kita menghadapi persoalan atau tantangan. Tidak ada seorangpun yang bisa menghindar dari masalah, ia akan datang tanpa permisi dan bisa menyerang pada siapa saja.
Allah SWT memang tidak pernah menjanjikan hidup tanpa masalah, TETAPI satu hal yang pasti adalah... Dia akan memberi kekuatan dan selalu menyediakan jalan keluarnya!

Dear Honeysmile17,
Jangan pernah menganggap persoalan sebagai penderitaan, jangan juga terlalu berfokus pada masalah sehingga bisa membuat kita menjadi stress dan depresi.
Milikilah pikiran yang positif. Dibalik suatu masalah PASTI ada suatu kebaikan, selain itu juga akan mendewasakan iman kita agar terus bertumbuh.
Jangan gentar dengan setiap masalah yang muncul. Percayalah, disaat menghadapi jalan buntu, maka Allah sanggup memberikan jalan keluar yang terbaik.

Sebagaimana sebuah Gembok, sebesar apapun gembok itu pasti ada kunci untuk membukanya. Begitu juga dengan masalah... Sekelam apapun masalah itu PASTI ada jalan keluarnya. 
Be Positive. Be Happy! :-)
Sampai ketemu nanti di sharing info menarik lainnya! Salam hangat dari California - Temanmu, Anne Ahira.

Minggu, 23 Juni 2013

Meresapi Berbisnis Dalam Islam


Akhir pekan lalu, saat merapikan buku-buku koleksi yang terserak, saya menemukan sebuah sebuah buku berbahasa Arab dengan kertas isi berwarna putih (alias bukan kitab kuning). Di sampul, tertulis judul “Tafsir Ayat Al-Ahkaam” atau tafsir ayat-ayat tentang hukum.
Ilustrasi (Thinkstock)
Buku karya Muhammad Ali Ash Shabuny ini saya buka-buka dengan hati-hati. Maklum buku lawas, kira-kira saya peroleh hampir 20 tahun silam. Begitu lama tak menyentuhnya. Dari daftar isi, perhatian saya langsung tersita ke sebuah bab yang khusus membahas riba.

Saya langsung ke halaman awal bab riba. Riba, menurut buku itu, adalah “ziyadah mutlaqah” alias tambahan yang pasti alias dimutlakkan. Sambil membaca cepat, saya lantas teringat fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan bunga bank, yang mutlak sekian persen per tahun, karena tergolong riba.

Fatwa MUI memang bukan hukum, melainkan kesepakatan ulama sehingga boleh diikuti atau tidak. Setidaknya jadi penuntun. Tapi di luar itu, saya pun merasakan, mengapa Islam (sebagaimana banyak tertera pada fiqh muamalah) memiliki sistem hubungan bisnis.

Islam tidak hanya melarang perolehan bunga atau riba, tapi juga menyediakan solusi mendapatkan yang baik, yang sesuai syariah.

Dalam hubungan bisnis, solusi yang dikenal adalah mudharabah dan musyarakah. Keduanya sama-sama berpijak pada bagi hasil (berbagi keuntungan yang diperoleh), namun berbeda dalam hal memandang kerugian.

Pada sistem mudharabah, pihak pemberi modal disebut dengan shahib al-maal, sedangkan pihak penerima modal disebut mudharib. Sejumlah literatur menyebutkan, model ini pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saat berbisnis dengan Khadijah. Muhammad bertindak sebagai mudharib, sementara Khadijah — yang menyerahkan domba-dombanya kepada Muhammad untuk dijual — sebagai shahibah al-maal.

Dalam hubungan bisnis ini, seandainya terjadi kerugian, maka yang menanggung adalah shahib al-maal. Tapi dengan catatan, jika kerugian akibat kelalaian atau ulah penyimpangan yang dilakukan oleh mudharib, maka dia pun ikut menanggung.

Sementara jika ada keuntungan, maka diterapkanlah pola bagi hasil sesuai kesepakatan awal. Misalnya, 70:30 antara pemberi modal dan penerima modal. Kata kuncinya adalah kesepakatan awal, sehingga kedua belah pihak sama-sama rela menerima rasio bagi hasil (yang tentu memperhitungkan risiko bisnis).

Pada sistem lainnya, yaitu musyarakah (arti harfiah: perserikatan), para pemberi modal adalah orang-orang yang terlibat dalam sebuah usaha (berserikat). Karena itu, baik keuntungan maupun kerugian yang didapat, akan ditanggung dan dinikmati bersama.

Khusus terkait keuntungan, tentu telah memperhitungkan seluruh biaya. Baik biaya operasional, produksi, maupun biaya lain yang lazim dalam bisnis. Tapi yang pasti, tidak boleh ada keuntungan mutlak yang ditetapkan di muka.

Tak heran jika Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah bagian C ayat 2 berbunyi: “Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.

Satu pesan moral yang begitu terasa dari fatwa MUI dan kitab tafsir ayat-ayat tentang hukum adalah, betapa bisnis dalam Islam berlandaskan saling percaya dan saling berbagi — baik untung maupun rugi.

Bagaimana bila diniatkan saja untuk sedekah?

Tentu saja sangat baik. Namun perlu diingat, sedekah bukanlah bisnis. Perbedaannya jelas: kita bersedekah demi berharap kerelaan Allah SWT  terhadap hambanya. Tidak ada pengharapan nilai keuntungan dalam konteks ini. Bahkan ada yang menafsirkan, justru pengharapan keuntungan dari sedekah bisa menghilangkan pahala sedekah itu sendiri.

Betapa indahnya keteraturan yang sudah diberikan jalannya dalam syariah. Mudah-mudahan setelah merapikan buku-buku lawas yang terserak, ketika itu saya berharap, pemahaman serta niat selalu dijaga.


Suber: Yahoo.com

Jumat, 14 Juni 2013

Waspadai Iklan Investasi Abal-abal

PLASADANA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta media massa yang bekerja sama dengan perusahaan investasi agar berhati-hati mempromosikan produk dari lembaga investasi yang menawarkan imbal hasil sangattinggi.
Anggota Dewan Komisioner OJK Kusumaningtuti Soetiono mengatakan, posisi media sangat strategis dalam mempengaruhi masyarakat. Karena itu, penting bagi media massa untuk menyaring lembaga investasi yang menawarkan produk secara rasional serta yang memiliki resiko tinggi.
"Produk dengan imbal hasil yang menarik itu kan sering ada di majalah-majalah bagus, dan ada juga di koran serta malah ada di TV," ujar Kusumaningtuti di Jakarta, Selasa (11/6).
Dikatakan Kusumaningtuti, peran serta media massa dalam menerapkan prinsip kehati-hatian sebelum informasi produk investasi disampaikan kepada konsumen sangat penting. Sehingga, informasi yang disampaikan tidak mudah mengecoh masyarakat akibat berbagai penawaran yang ada.
"Masyarakat juga harus berhati-hati. Coba dipikir-pikir dulu kalau penawarannya mendapatkan imbal hasil tinggi. Ini harusnya sudah gejala mengecohkan konsumen keuangan atau investor," ungkap Kusumaningtuti.
Di sisi lain, lanjut Kusumaningtuti, OJK selaku otoritas yang bertugas melakukan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan terus berupaya meningkatkan pengawasan. Tujuannya agar masyarakat teredukasi serta terhindar dari adanya investasi bodong.
Saat ini, akunya, OJK tengah menyusun sebuah peraturan tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang berisi tentang hal-hal yang harus dipatuhi oleh lembaga jasa keuangan dalam menjalankan bisnisnya.
"Di dalamnya akan ada sanksi administratif kepada lembaga jasa keuangan jika melanggarnya," tandas Kusumaningtuti.
Penulis: Heru Budhiarto

Ustadz Yusuf Mansur Bawa Uang 2 Koper

[VIDEO] Bawa Uang 2 Koper, Ini Penjelasan Ustad Yusuf Mansyur
Liputan6.com, Jakarta : Ustad Yusuf Mansyur belum lama ini terpaksa berurusan dengan aparat Bea dan Cukai di Pelabuhan Internasional Batam Center, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Ini terkait uang tunai yang dibawanya dalam jumlah besar dari luar negeri.
Ustad Yusuf dikabarkan membawa dua buah koper berisi uang tunai 1,5 juta ringgit Malaysia atau senilai Rp 3,5 miliar. Saat itu ia baru kembali dari Stulang Laut, Johor Bahru, Malaysia.
Maka, sepulangnya dari Pelabuhan Batam Center, pria kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 ini langsung angkat bicara di hadapan sejumlah wartawan. Ustad Yusuf kemudian menjelaskan perihal kabar penangkapan dirinya tersebut.
"Ah lebay, penangkapan darimana. Itu kan prosedur biasa, `teman-teman` di pelabuhan. Orang bawa tas pasti diperiksa. Ya nggak ada masalah diperiksa," tutur Ustad Yusuf Mansyur kepada tim Waswas pada Rabu (22/5/2013) kemarin.
"Namanya diperiksa, akhirnya saya kena denda. Dendanya saya mesti tausyiah di kantor Bea Cukai," imbuh sang ustad.
Ada pelajaran yang dapat dipetik dari masalah tersebut. Terutama, merujuk aturan yang berlaku di republik ini, yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah atau Masuk Wilayah Pabean RI.
Seperti termaktub dalam aturan tersebut, bahwa setiap orang yang membawa uang Rp 100 juta atau lebih keluar wilayah Indonesia, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari BI.
Pun demikian bagi setiap orang yang membawa uang lebih dari Rp 100 juta masuk wilayah pabean Indonesia, wajib terlebih dahulu memeriksakan keaslian uang tersebut kepada petugas Bea Cukai di tempat kedatangan.
Nah, apa alasan Ustad Yusuf Mansyur membawa uang tunai dalam jumlah besar itu
"Saya seumur hidup menjadi penyeru dakwah, itu jarang bawa sedekah yang dikumpulkan dari tausyiah-tausyiah teman-teman dari dalam negeri," ucap Ustad Yusuf Mansyur.
"Nah, karena ini dari luar negeri, ya saya bawa...Saya pun koordinasi dengan perwakilan kami di Batam. Tapi mungkin perwakilan kami di Batam, miskoordinasi dengan teman-teman di Bea Cukai,"
Yusuf Mansyur pun mengaku tak mendapat clearance paper. "Dari Malaysia juga tidak dibagi [clearance paper]. Singapura, Malaysia, saya memang tidak dibagi."
"Menurut teman-teman, harusnya di kapal minta. Nah, itulah kebodohan saya karena mungkin saya belum biasa bawa duit yang banyak seperti itu," tandas Ustad Yusuf Mansyur, seraya menambahkan bahwa hal itu akan menjadi pelajaran penting bagi dirinya.(Ans)

Ustaz Yusuf Mansur Berbisnis

Ketika Ustaz Yusuf Mansur Berbisnis
Dia seorang ustaz. Dia punya pondok pesantren. Lebih dari itu, dia bukan lagi seorang tokoh agama. Nama Yusuf Mansur mulai menggelinding sebagai pebisnis.
    
Kapanlagi.com
Yusuf telah membeli tidak hanya sebuah hotel di Jakarta Barat, tapi juga tanah luas di sekitarnya. Uang dari mana?

Ini yang menarik. Modal investasi itu didapat dari orang lain, yakni para individu yang percaya menanamkan uangnya lewat Yusuf (sedikit banyak, status juru dakwah membuat Yusuf mudah dipercaya).

Setiap orang menyetor minimum Rp1 juta. Uang miliaran rupiah pun terkumpul.

Yang dilakukan Yusuf Mansur dikenal dengan sebutan crowdfunding atau crowdsourcing di negara-negara Barat. Pada dasarnya, ini kegiatan mengumpulkan uang dari khalayak, lalu menanamkan uang itu ke sebuah usaha (biasanya perusahaan rintisan/start-up).

Para penyetor dana akan otomatis menjadi pemegang saham.

Lazimnya, patungan seperti ini dikelola oleh perusahaan. Berbeda dengan Yusuf Mansur yang bertindak sebagai individu, sehingga bisnis apa yang digeluti tentu pilihan dia sendiri dan tak ada kontrol.

Bila Anda berminat menanamkan uang ke cara-cara seperti ini, ada beberapa hal yang perlu Anda ingat.

Pertama, pengelolaan pendanaan khalayak harus terbuka. Itulah mengapa, di luar negeri rata-rata yang melakukan berbadan hukum perusahaan. Agar bisa saling kontrol.

Kedua, bisnis ini tidak ada yang menjamin. Baik Lembaga Penjamin Simpanan, Otoritas Jasa Keuangan, atau siapa pun. Ketika rugi, hanya pengelola dana alias Yusuf Mansur yang bisa dimintai pertanggungjawaban.

Ketiga, Indonesia belum memiliki aturan tentang model bisnis crowdfunding seperti ini. Mungkin kalau penyelenggaranya perusahaan, aturannya jelas, harus lewat OJK.

Keempat, seperti kebanyakan tawaran investasi lainnya, tingkat pengembalian yang ditawarkan cukup menggiurkan. Dalam setahun, uang Anda bertambah 8 persen. Setelah 10 tahun, seluruh dana investasi Anda akan dikembalikan.

Pengembalian itu seperti pembagian dividen, karena kepemilikan penanam dana tidak serta-merta berakhir. Ini berarti usaha yang dikelola oleh Yusuf harus memiliki untung di atas 8 persen, agar tetap ada keuntungan yang bisa dibagikan tahun berikutnya.

Kelima, katakanlah bisnis yang dikelola Yusuf memiliki untung. Persoalan yang muncul kemudian, tidak ada penjelasan tentang penyesuaian nilai kepemilikan akibat bertambahnya nilai aset.

Keenam, jaminan investasi yang ditanamkan bukanlah pada bisnisnya, melainkan pada Yusuf yang berperan sebagai manajer investasi. Jadi terserah dia uang itu mau ditanam di mana, yang penting bisa menghasilkan keuntungan.

Ketujuh, dan yang terpenting, perlu diingat bahwa Yusuf Mansur berperan sebagai pengusaha, bukan ustaz. Dia bukan bertindak sebagai hamba Allah yang menyalurkan sedekah. Hubungan Yusuf dan mitranya adalah relasi bisnis — dan dia menjanjikan keuntungan.

Itu yang menjadi tujuan utamanya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming pahala.

Semoga tetap kritis.

Herry Gunawan, Pendiri Plasadana.com




Mencermati bisnis ala Yusuf Mansur 

Pengumpulan dana masyarakat tapi tanpa izin OJK dan tanpa penjamin simpana

Jumat, 07 Juni 2013

PUASA

Puasa Wajib Sesuai Al-Quran
1. Puasa pada bulan Romadhon 2/183
2. Puasa membunuh sesama mukmin karena keliru/tidak sengaja 4/92
    Namun bila membunuh mukmin dengan sengaja jahannam balasannya 4/93
3. Puasa karena Menzihar isteri/suami 58/4, 2, 3,

Membunuh sesama mukmin
Tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali karena tidak sengaja, dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tidak sengaja hendaklah
+ ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman 
+ serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga si terbunuh itu, kecuali jika keluarga 
   terbunuh bersedekah. 
+ Jika ia yang terbunuh dari kaum kafir yang ada perjanjian damai antara mereka 
   dengan kamu, maka hendaklah si pembunuh membayar diat yang diserahkan 
   kepada keluarganya si terbunuh serta
+ memerdekakan hamba sahaya yang beriman. 
+ Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia si pembunuh berpuasa dua 
    bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. 
Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Membunuh tidak sengaja
  • Seorang Sopir baik mobil pribadi maupun angkutan umum mengendarai kendaraan kemudian terjadi tabrakan karena tidak disengaja mengakibatkan salah satu penumpangnya meninggal dunia maka sang sopir wajib melakukan puasa 2 bulan berturut-turut, atau memerdekakan hamba sahaya yang beriman .. termasuk pilot dan nahkoda
  • Seorang polisi dengan senjata apinya bermain-main sehingga mengenai seseorang dan meninggal dunia
  • Seseorang mempunyai bangunan rumah dan ambruk tidak sengaja sehingga mengakibatkan seseorang meninggal dunia

Menzihar isteri/suami
+ Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa
   yang mereka ucapkan, 
+ maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. 
+ Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, 
   dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ---@---
+ Barangsiapa yang tidak mendapatkan budak, 
+ maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. 
+ Maka siapa yang tidak kuasa wajiblah atasnya memberi makan enam puluh orang miskin. 
+ Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum 
   Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih---@---

Menzihar isteri sebagai berikut :
+ Mengucapkan kalimat untuk isterinya baik ada atau tidak ada isterinya, atau menganggap 
   isterinya sebagai ibunya: kamu atau dia itu persis kaya ibunya, gayanya, jalannya, 
   kalau berbica dan sebagainya atau sebaliknya
+ Mengucapkan kalimat untuk suaminya baik ada atau tidak ada suaminya, atau 
   menganggap suaminya sebagai bapaknya : kamu atau dia itu persis kaya bapaknya
   gayanya, jalannya, kalau berbica dan sebagainya

*Contoh Menzihar 1, 2, 3

--------------------------------------------------------------



Diyat: adalah harta sebagai pengganti jiwa atau anggota tubuh. 
    Diyat adalah sebagai ganti rugi yang diberikan oleh seorang pelaku tindak pidana kepada korban atau ahli warisnya karena suatu tindak pembunuhan atau kejahatan terhadap anggota badan seseorang.
    Diyat merupakan hukuman pokok dalam pembunuhan semi sengaja dan tersalah (tidak sengaja). Diyat juga merupakan hukuman pengganti qisash dalam tindak pidana pembunuhan atau pelukaan yang dilakukan secara sengaja, apabila qisash digugurkan atau tidak bisa dilaksanakan.



Sabtu, 01 Juni 2013

Ceramah Pakai Toa ...??

Dewan Masjid: Ceramah Tak Boleh Pakai Toa
TEMPO.CO, Bekasi - Wakil Ketua Umum Harian Dewan Masjid Indonesia, KH Masdar Farid Masudi mengatakan sedang mewacanakan kegiatan ceramah yang tidak perlu diperdengarkan hingga ke luar area masjid.
 Dewan Masjid: Ceramah Tak Boleh Pakai Toa
"Kami (Dewan Masjid Indonesia) sedang berwacana untuk tidak memperdengarkan ceramah ke luar masjid," kata Masdar dalam acara Tabligh Akbar bertema Khawarij dan Dajjal Salafi, Wahabi Amalan Sunnah yang dianggap Bidah di Masjid, Al Ikhlas, Mekarsari, Bekasi Timur, Ahad 26 Mei 2013.
Menurut Masdar, masjid diperbolehkan menggunakan pengeras suara. Alat itu sebaiknya hanya untuk kegiatan tertentu, seperti memperdengarkan adzan. "Kalau adzan kan mengajak untuk solat, jadi boleh," katanya.
Namun pada saat ceramah, atau memberi tausiyah, menurutnya, pengeras suara itu, hanya perlu di dalam masjid saja, tidak sampai diperdengarkan ke luar masjid, hingga lingkungan di sekitar masjid mendengar ceramah itu. "Masjid ada loudspeaker boleh, tapi hanya untuk di dalam saja. Jangan diperdengarkan di luar. Kan ganggu," katanya.
Ceramah yang diperdengarkan melalui pengeras suara itu, menurut Masdar, hanya diperlukan bagi orang yang datang ke masjid. Sedangkan lingkungan sekitar belum tentu perlu mendengar tausiyah atau ceramah itu. "Orang yang datang (ke masjid) itu kan artinya dia butuh tausiyah, kalo orang luar masjid kan antah berantah dan tidak jelas, apa dia butuh atau tidak," katanya berargumen.
Selain itu, suara ceramah yang keras dan biasanya memakan waktu lama itu juga berpotensi mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Masdar berpendapat belum tentu lingkungan sekitar menyukai isi ceramah itu, atau lingkungan sekitar adalah orang berbeda agama. "Belum tentu juga dia (lingkungan sekitar) sepaham dengan khotbah yang berapi-api itu," lanjutnya.
Menurutnya, apabila memang ada yang mau mendengarkan tausiyah atau pembacaan ayat suci Al Quran, maka sebaiknya orang itu datang ke masjid.
Selain dapat mengusik ketenangan lingkungan sekitar atas suara ceramah itu, menurut Masdar, informasi yang disampaikan dalam ceramah atau khotbah Islam akan terlalu membuka rahasia dan aturan-aturan agama Islam. "Kalau diperdengarkan itu kan seperti kita ditelanjangi. Orang jadi tahu semua informasi baik dan buruk kita," katanya.
MITRA TARIGAN

Syiar Islam Yang Lembut

Syiar Islam sejati lewat perilaku, bukan suara keras
MERDEKA.COM. Wakil Ketua Harian Dewan Masjid Indonesia Kiai Masdar Farid Masudi berharap pengeras suara luar masjid hanya digunakan saat azan. Tidak perlu dipakai untuk ceramah apalagi berisi sindiran dan menyulut kemarahan.
Syiar Islam sejati lewat perilaku, bukan suara keras
Menurut Masdar, pemakaian pengeras suara masjid juga mencerminkan sikap dan perilaku umat Islam. “Orang akan melihat orang Islam dari perilaku dimunculkan, mulia akhlaknya, memahami orang lain, santun," katanya. "Justru itulah syiar sejati. Intinya akhlak, bukan suara keras dan menggertak."

Berikut penjelasan Masdar saat dihubungi Islahuddin dari merdeka.com melalui telepon selulernya Rabu lalu.

Bagaimana kalau pengaturan pengeras suara masjid itu dianggap menghalangi syiar Islam?

Ini bukan masalah syiar. Ini masalah mengganggu orang di sekitar masjid. Kita juga harus menghormati tetangga. Itu ditekankan oleh nabi. Tetangga itu bisa orang yang tidak bisa ke masjid. Tidak bisa ke masjid karena memang ada halangan atau bukan Islam.

Itu harus tetap dihormati, tidak boleh diganggu, apalagi dengan suara-suara bernada sindiran dan kecaman kepada orang tidak sepaham. Itu tidak bagus. Tidak ada agama lain menggunakan pengeras suara luar dalam menyampaikan ceramah tentang agamanya.

Bukankah konteks pengaturan volume suara pengajian dalam masjid ini untuk wilayah heterogen penduduknya?

Iya, di kampung jarang menggunakan pengeras suara luar apalagi dengan ceramah berapi-api. Orangnya juga homogen. Kadang walau homogen, di sekitar masjid ada yang lagi sakit dan tidak bisa diganggu. Kita orang Islam harus lebih tahu akan hak tetangga.

Apakah aturan ini akan berbentuk fatwa atau anjuran saja?

Tidak perlu pakai fatwa, pakai akal sehat saja sudah selesai. Cukup gunakan saja ayat, hendaklah kamu berpikir. Berpikir sederhana dengan ayat itu sudah kesampaian maksudnya. Kalau sulit dalam pelaksanaannya, pesan ini harus tetap disampaikan.

Apakah Anda pernah mendengar suara pengajian membuat Anda begitu terganggu?

Tidak hanya saya. Sekarang ceramah menyindir kanan kiri dengan orang tidak sepaham dengan dirinya sudah sering dan banyak terdengar sekarang.

Kalau masalah isi ceramah mengecam dan menyulut kebencian, kenapa tidak ditekankan pada isi ceramah, tapi malah pada penggunaan pengeras suaranya?

Memang suara itu sendiri masalah juga. Tidak semua orang mendengar ceramah dari masjid itu siap menggunakan telinganya untuk mendengarkan. Memang tidak dipaksa, tapi mereka tetap mendengar kan? Itu memperkosa telinga orang.

Berarti nanti ada aturan detail akan hal itu?

Sederhana saja, tidak usah ribet gitu. Pengeras itu bisa dipakai untuk orang ada di dalam masjid. Untuk membantu orang di dalam masjid berkepentingan mendengar agar lebih jelas. Kalau tanpa pengeras suara dan sudah terdengar oleh jamaah, kenapa harus pakai. Itu alat bantu untuk mendengar dan ingin mendengar jangan terus mengagresi telinga orang tidak mau mendengarkan itu.

Berati jangan sampai niat dan usulan ini dianggap sebagai bentuk meminimalisir ruang syiar Islam?

Syiar Islam paling baik itu adalah perilaku. Perilaku lebih substantif sebagai syiar Islam, bukan suara keras. Perilaku saleh, menghormati sesama. Orang akan melihat orang Islam dari perilaku, mulia akhlaknya, memahami orang lain, santun. Itu menarik sekali, justru itulah syiar sejati. Intinya akhlak, bukan suara keras dan menggertak.
Sumber: Merdeka.com